FOLLOW

Wednesday 2 November 2016

thumbnail

EPISTEMOLOGI TASAWUF

Identitas

Nama                          : M Ridzki Hasibuan
NIM                              : 71153008
Prodi/Sem                 : Ilmu Komputer / III
Fakultas                      : Sains dan Teknologi (SAINTEK)
Perguruan Tinggi    : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Dosen Pengampu  : Dr. Ja’far MA
Mata Kuliah              : Akhlak Tasawuf

Tema                           : Peran Hati dalam Tasawuf , Metode Tazkiyah Al-Nafs
Buku                            : Gerbang Tasawuf
Identitas Buku             : Ja’far, Gerbang Tasawuf, Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi
                                     ( Medan : Perdana Publishing, 2016 )
Sub I                             :  Peran Hati dalam Tasawuf

Sub II                            :  Metode Tazakiyah al-Nafs





EPISTEMOLOGI TASAWUF
A.     Peran Hati dalam Tasawuf
Hati ditempatkan sebagai salah satu sarana mencari ilmu. Istilah hati sering kita lihat dan kita dengar didalam alqur'an dan hadist dengan berbagai bentuk, kata qolbun sebanyak 6 kali, kata qulub sebanyak 21 kali, kata al-fu'ad sebanyak 3 kali, kata fu'aduka sebanyak 2 kali, kata af'idah sebanyak 8 kali, dan kata af-idatuhum sebanyak 3 kali.Selain itu juga dikenal istilah bashirah yang berarti hati nurani, disebutkan dalam alqur'an sebanyak 2 kali. (ja'far;2016.hal34)
Hati (qolb) merupakan jiwa manusia.Menurut Ahmad Mubarok dari segi fungsi hati sebagai alat untuk memahami realitas dana nilai-nilai serta memutuskan suatu tindakan (Q.S. al-Araf/7;179),sehingga hati (qolb) menjadi identik dengan akal.Sedangkan potensi hati ada 8 menurut  Ahmad Mubarok,yaitu : hati bisa berpaling; merasa kecewa dan kesal; secara sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu;berprasangka; menolak sesuatu; mengingkari; dapat diuji; dapat ditundukan; dapat diperluas dan dipersempit; bahkan bisa ditutup.Sedangkan hati manusia bermacam-macam,sebagian bersifat positif dan sebagian bersifat negatif. (ja'far;2016.hal 34-35).
Dalam hadist Nabi Muhammad yang artinya ; dan ketahuilah bahwa sesunggauhnya didalam tubuh terdapat segumpal daging, jika kondisnya baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Jika rusak, maka rusaklah seluruh badan. yaitu dia adalah hati. (ja'far;2016.hal 36)
Menurut Al-Ghazali hati akan menjadi suci ketika kita hiasi oleh sifat-sifat Ilahiah, sebagai cahaya iman,sehingga hati seseorang menjadi cermin yang bercahaya terang, sehingga dapat memperoleh kebenaran, dan bertemu dengan allah. Sebaliknya,ketika hati seseorang kotor akibat maksiat, maka hati akan menjadi hitam dan akibatnya akan susah melakukan perbuatan kebaikan contohnya mendirikan sholat 5 waktu. (ja'far;2016. hal;37).
Perbedaan akal dan qolbu yaitu akal tidak bisa memperoleh pengetahuan hakikat tentang tuhan, sedangkan qolbu bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada. (Ust.Drs.Moh.Saifulloh Al-Aziz S; hal: 102 )


B.     METODE TAZKIYAH AL-NAFS
Kaum sufi meyakini bahwa akal manusia masih memiliki kelemahan, meskipun relatif sukses memberikan gambaran rasional terhadap dunia spiritual(Ja’far,2016,39). Metode irfani merupakan metode kaum sufi dalam Islam yang mengandalkan aktivitas penyucian jiwa(tazkiyah al-nafs) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., dan menilai bahwa ilmu hakiki hanya diraih dengan cara mendekatkan diri kepada sosok yang Maha Mengetahui (al-Alim), bukan dengan metode observasi dan eksperimen atau juga metode rasional. Diantara kaum sufi terkemuka yang memiliki keyakinan tersebut adalah al-Ghazali, Ibn Arabi, Suhrawardi, dan Mulla Shardra. Meskipun meyakini keunggulan metode irfani dari pada metode ilmiyah lainnya, keempat sufi tersebut memiliki sejumlah perbedaan mengenai metode tersebut.(Ja’far,2016,40).
Mahzab tasawuf menurut al-Ghazali, dapat diwujudkan secara sempurna hanya melalui ilmu dan amal. Karya-karya para sufi menegaskan manusia terdiri atas badan dan jiwa (qalb). Baik badan maupun jiwa dapat menjadi sehat dan bahagia mana kala kebutuhan keduanya dapat dipenuhi secara benar, dan menjadi sakit manakala kebutuhan keduanya tidak dipenuhi, sebab itulah, para sufi mengerjakan tentang usaha pemenuhan keutuhan jiwa demi menghindaari kehancurannya. Menurut al-Ghazali, jiwa dan hati manusia menjadi rusak dan hancur jika manusia bersifat eteis (menolak dan tidak mengenal Allah Swt) dan mengikuti hawa nafsu, sedangkan hati menjadi sehat manakala mengenal Allah, mengikuti ajaran para nabi sebagai pembawa ajaran agama, dan senantiasa melaksanakan ibadah secara mantap sehingga mencapai derajat qalbun salim. Sebagai mana ditegaskan bahwa tasawuf tidak hanya sekedar ilmu, melainkan agama, sehingga dasar pijakan kaum sufi adalah mengamalkan ajaran kaum sufi dengan uzlah, khalwa, riyadhah, mujahadah, ibadah, dan zikr  sebagai sarana paling tepat untuk menyucikan jiwa. Kaum sufi yang terbagi dalam berbagai mazhab tasawuf telah merumuskan beragam model ajaran tasawuf dalam rangkai mencapai tujuan utama dalam mazhab tasawuf.(Ja’far,2016,42).

Ibn  al-Qayyin al-Jauziyah menyebut ilmu yang diraih kaum sufi sebagai ilm laduniyun, yakni ilmu yang diisyaratkan ilmu yang diperoleh seorang hamba tanpa menggunakan sarana, tetapi berdasarkan ilham dari Allah, dan diperkenalkan Allah kepada hamba-Nya. Ilmu ladunni merupakan buah dari ibadah, serta kepatuhan dan kebersamaan dengan Allah, dan dicari dari keputusan kepada Rasul-Nya. Ilmu ladunni terdiri atas dua macam : dari sisi Allah dan dari sisi setan. Suhrawardi dan Mulla Shadra menyebut bahwa ilmu ladunni sebagai ilm al-hushul, sebagai lawan dari ilm al-hushul harus diusahakan oleh manusia, sedangkan ilm al-hushul diraih tanpa usaha dan merupakan pemberian langsung dari Allah Swt(Ja’far,2016,43).

Kesimpulan :
      Hati yang diciptakan Allah Swt sejatinya digunakan sebaik – baiknya, seperti sebagai sarana mencaari ilmu. Jika hati yang suci, bersih, dan damai maka ilmu akan lebih mudah untuk didapat, terutama ilmu yang langsung dari Allah Swt.
      Hati yang selalu senantiasa ingat atau berzikir pada Allah Swt maka Allah akan senantiasa bersamanya, baik itu berpengaruh pada pikiran, jasmani, prilaku, dan lainnya. Sebaliknya jika hati yang jarang berzikir kepada Allah Swt apalagi manusia tersebut senantiasa mengotori hatinya sendiri dengan prilaku, perkataan dan lainnya maka ia akan jauh dari Allah Swt dan sulit berpikir jernih.
      Metode  tazkiyah  al-nafs yang diakui oleh Alquran, yakni selalu melakukan pensucian hati dan dirinya dan selalu senantiasa mendekatkan diri pada Allah Swt.

Relevansi :
1.      Sebagai seorang programmer yang benar, ia harus memahami epistemologi tasawuf agar apa yang di perbuatnya senantiasa karena Allah Swt
2.      Seorang programmer senantiasa membersihkan hati dengan selalu berzikir kepada Allah Swt agar program yang dikerjakan mendapat berkah dan di ridhai Allah Swt
3.      Seorang programmer harus meluruskan niatnya dalam membangun sebuah program hanya untuk dijalan Allah Swt, membangun program mengutamakan kemajuan agama, baik untuk syiar, dakwah, ataupun mempermudah ummat dalam bersilaturrahmi
4.      Seorang programmer menerapkan Metode  tazkiyah  al-nafs agar hatinya selalu terpelihara
5.      Seorang programmer yang sufistik sangat mungkin mendapat ilmu langsung dari Allah Swt dikarenakan kesucian hatinya, sehingga hasil karya program menjadi luar biasa dikarenakan program tersebut bermanfaat bagi orang lain dijalan yang benar

Pemahaman :
            Seseorang yang memiliki sifat sufistik yang senantiasa menyucikan diri dan hati dengan cara bertaqwa kepada Allah Swt. Apabila seseorang suci hatinya maka keeluruhannya akan baik seperti berakhlakul karimah, dan itu pasti akan terpancar dari dirinya. Sebaliknya jika hati yang kotor dan jauh dari Allah Swt maka keseluruhannya akan buruk 
Tags :

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

About

Anda Pengunjung Ke-

The Coker. Powered by Blogger.

Followers