FOLLOW

Wednesday 9 November 2016

thumbnail

AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL

Identitas

Nama                          : M Ridzki Hasibuan
NIM                              : 71153008
Prodi/Sem                 : Ilmu Komputer / III
Fakultas                      : Sains dan Teknologi (SAINTEK)
Perguruan Tinggi    : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Dosen Pengampu  : Dr. Ja’far MA
Mata Kuliah              : Akhlak Tasawuf

TEMA                        : Al-Maqamat dan Al-Ahwal
            
BUKU
Identitas Buku           :
1.      Ja’far, Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan: Perdana Publishing, 2016)


Sub 1  :   Definisi
Sub 2  :   Pondasi al-Maqamat
Sub 3  :   Hierarki al-Maqamat
Sub 4  :   Al-Maqam Lainnya
Sub 5  :   Mengenal Al-Ahwal

1.      Defenisi
            Karya-karya para sufi telah menunjukkan bahwa tasawuf sebagai disiplin ilmu dirancang sebagai media informasi bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. sehingga para penempuh jalan tasawuf (al-murid/al-salik) akan dapat meraih kemantapan tauhid dan makriat. Sebab itu para sufi menyusun teori mengenai usaha-usaha untuk menempuh perjalanan spiritual (thariqah) berupa tangga-tangga pendakian spiritual yang disebut al-muqamah.
Abu al-Najib al-Suhrawardi dan al-Qusyairi memberikan penjelasan mengenai al-maqamat dan al-ahwal. Dalam Adah al-Muridin, Abu al-Najib al-Suhrawardi, al-maqamat adalah tingkatan spiritual seorang hamba dalam ibadah di hadapan Allah Swt. Dalam Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat  adalah tingkatan spriritual yang akan diraih salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap tertentu, serta riyadah.
Dengan demikian, al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di peroleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka.
Berdasarkan teori tersebut, seorang sufi merumuskan konsep perjalanan spiritual dari diri manusia menuju kedekatan bersama Allah Swt.(sebagai makna dari gerak menaik wujud[jiwa]) dengan terlebih dahulu mendeskripsikan proses kemunculan manusia dari hakikat wujud (sebagai makna dari gerak menurut wujud). Inilah makna dari pernyataan agama bahwa manusia berasal dari Allah (gerak menurun jiwa dari alam tertinggi[Tuhan] menuju alam terendah [jasad]). Dan akan kembali kepada-Nya (gerak menaik jiwa dari alam terendah[jasad] menuju ke hadirat Allah Swt. sebagai realitas tertinggi dan sumber asalnya).


2.      Pondasi al-Maqamat
Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadhah, seorang salik harus melakukan khalwah dan uzla dalam melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah Swt.
Khalwah merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. Sedangkan hakikat uzla (mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari niat buruk orang lain. Nashral al-Din al-Thusi mengungka[kan bahwa mengasingkan diri akan dapat mengarahkan salik meraih pancaran dari Allah Swt selama berkhalwat, salik harus berusaha membebaskan diri dari seluruh gangguan indrawi, gangguan batin dan mendisiplinkan aspek-aspek hewani dalam dirinya sehingga ia tidak mengikuti kecenderungan kepada berbagai aspek tersebut.
Dalam khalwah dan uzla, seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadah. Menurut al-Qusyairi, ibadah atau ubudiyah adalah “melaksanakan segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang” salah satu yang menjadi andalan seorang salik adalah zikir.

3.      Hierarki al-Maqamat
Dalam karya-karya tasawuf karangan sufi dari mazhab Sunni, akan dapat dilihat dari ragam rumusan mengenai al-maqamat sebagai tingkatan yang harus diraih seorang salik secara mandiri dengan melakukan berbagai al-ibadah, al-mujahadah, dan al-riyadat, mulai dari maqam pertama sampai pada maqam paling puncak. Abi Nashr Abd Allah ibn Ali al-Sarraj al-Thusi menyusun dari maqam pertama sampai maqam paling puncak, yang dimulai dari : Tobat (al-taubah), Warak (wara’), Zuhud (al-zuhd), kefakiran (al-faqr), Sabar (al-shabr), cinta (al-mahabbah), rida (al-ridha)

4.      Al-Maqam Lainnya
Sebagian para sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat mencapai maqam seperti makrifat (al-ma’rifah) dan menegaskan bahwa al-ridha bukan maqam tertinggi. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa maksud para sufi dari istilah makrifat adalah “sifat dari orang-orang yang mengenal Allah Swt. dengan nama dan sifat-Nya, dan membenarkan Allah Swt. dengan melaksanakan ajaran-Nya dalam segala perbuatan.
Sebagian sufi lain menghadirkan ajaran lain mengenai al-maqam tertinggi. Al-Hallaj mengenalkan paham al-hulul, Abu Yazid al-Bistami memiliki ajaran tentang al-ittihad, dan Ibn Arabi mengajarkan paham wahdah al-wujud yang dielaborasi lebih lanjut oleh Mulla Shadra. Ketiga teori ini memang mendapatkan penolakan dari banyak fukaha dan teolog Sunni, tetapi diterima oleh mayoritas fukana Syiah.

5.      Mengenal Al-Ahwal
Sebagai konsekuensi dari peroleham muqamat yang bersifat konstan, seorang sufi akan mengalami     ahwal, yaitu kondisi spiritual yang menyelimuti qalb, bersifat spontan, dan tidak langgeng. Ahwal merupakan ekspresi ketulusan seorang sufi dalam mengingat Allah. Oleh karena itu, ahwal tidak dapat diraih melalui jalan ibadah, riyadlah, ataupun mujahadah. Kehadiran Ahwal semata-mata karena karunia Allah swt. Diantara Ahwal itu adalah : al-muraqabah, (visi), al-qurb (kedekatan), al-mahabbah (kecintaan), al-khawf (segan), ar-raja (optimistis), asy-syawq (kerinduan), al-uns (harmoni),  al-musyahadah (persaksian), dan Al-yaqin (keteguhan). Ahwal yang menyelimuti para salik (pelaku jalan tasawuf) pada dasarnya merupakan proses revolusi kalbu yang mengandung dua substansi :
Pertama, takhalli, yaitu upaya membersihkan jiwa kita dari sifat-sifat basyariyah (kelezatan, kemanfaatan, nafsu, dan hasrat, serta kekuatan dan kelemahan. Upaya ini menyentuh aspek lahiriyah dan jasmani kemanusiaan (al-basyar). Pada tahap ini terkadang seorang  salik mengalami kondisi Raja (optimistis) atau sebaliknya, khawf (segan). Dalam proses takhalli ini, seorang memasuki maqam taubat, wara, dan juhud.
Kedua,  tahalli yaitu,  upaya menghiasi diri dengan sifat-sifat insaniyah. Ini menyentuh aspek spiritual dan ruhani kemanusiaan seseorang (al-insan). Pada fase ini, seorang salik dapat mengalami kondisi gha’ibah (fana) atau sebaliknya, hudlur (kehadiran), dalam proses tahali ini seorang sufi akan mencapai maqam faqr, shabr (sabar), tawakal, dan ridla atau syukur.


Kesimpulan
            Dalam Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat  adalah tingkatan spriritual yang akan diraih salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap tertentu, serta riyadah. Dengan demikian, al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di peroleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka. Beberapa contoh dari al-ahwal adalah al-muraqabah, al-khauf (takut), al-raja’ , dan al-syawq (rindu).



Relevansi
            Sebagai seorang programmer harus bisa mengamalkan adab dan perilaku serta riyadah dari tingkatan mendasar sampai tingkatan paling tinggi.
            Seorang programmer harus menjadikan zikir sebagai andalan sebagaimana yang dilakukan seorang salik. Selalu menjadikan dirinya sebagai orang yang bertaqwa dan bertawakal.
Tags :

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

About

Anda Pengunjung Ke-

The Coker. Powered by Blogger.

Followers