Identitas
Nama : M Ridzki Hasibuan
NIM : 71153008
Prodi/Sem : Ilmu Komputer / III
Fakultas : Sains dan Teknologi (SAINTEK)
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Dosen Pengampu : Dr. Ja’far MA
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
TEMA
: Al-Maqamat dan Al-Ahwal
BUKU
Identitas Buku :
1.
Ja’far, Gerbang
Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan: Perdana
Publishing, 2016)
Sub 1 : Definisi
Sub 2 : Pondasi al-Maqamat
Sub 3 : Hierarki al-Maqamat
Sub 4 : Al-Maqam Lainnya
Sub 5 : Mengenal Al-Ahwal
1.
Defenisi
Karya-karya
para sufi telah menunjukkan bahwa tasawuf sebagai disiplin ilmu dirancang
sebagai media informasi bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
sehingga para penempuh jalan tasawuf (al-murid/al-salik) akan dapat meraih
kemantapan tauhid dan makriat. Sebab itu para sufi menyusun teori mengenai
usaha-usaha untuk menempuh perjalanan spiritual (thariqah) berupa tangga-tangga
pendakian spiritual yang disebut al-muqamah.
Abu al-Najib
al-Suhrawardi dan al-Qusyairi memberikan penjelasan mengenai al-maqamat dan
al-ahwal. Dalam Adah al-Muridin, Abu al-Najib al-Suhrawardi, al-maqamat adalah
tingkatan spiritual seorang hamba dalam ibadah di hadapan Allah Swt. Dalam
Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat adalah tingkatan spriritual yang akan diraih
salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap
tertentu, serta riyadah.
Dengan demikian,
al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan
paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang
di peroleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan
riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik
yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan pemberian
al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka.
Berdasarkan
teori tersebut, seorang sufi merumuskan konsep perjalanan spiritual dari diri
manusia menuju kedekatan bersama Allah Swt.(sebagai makna dari gerak menaik
wujud[jiwa]) dengan terlebih dahulu mendeskripsikan proses kemunculan manusia
dari hakikat wujud (sebagai makna dari gerak menurut wujud). Inilah makna dari
pernyataan agama bahwa manusia berasal dari Allah (gerak menurun jiwa dari alam
tertinggi[Tuhan] menuju alam terendah [jasad]). Dan akan kembali kepada-Nya
(gerak menaik jiwa dari alam terendah[jasad] menuju ke hadirat Allah Swt.
sebagai realitas tertinggi dan sumber asalnya).
2.
Pondasi al-Maqamat
Dalam memperoleh
maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan
riyadhah, seorang salik harus melakukan khalwah dan uzla dalam melaksanakan
perjalanan spiritual menuju Allah Swt.
Khalwah
merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari
ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. Sedangkan
hakikat uzla (mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari niat
buruk orang lain. Nashral al-Din al-Thusi mengungka[kan bahwa mengasingkan diri
akan dapat mengarahkan salik meraih pancaran dari Allah Swt selama berkhalwat,
salik harus berusaha membebaskan diri dari seluruh gangguan indrawi, gangguan
batin dan mendisiplinkan aspek-aspek hewani dalam dirinya sehingga ia tidak
mengikuti kecenderungan kepada berbagai aspek tersebut.
Dalam khalwah
dan uzla, seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah,
dan riyadah. Menurut al-Qusyairi, ibadah atau ubudiyah adalah “melaksanakan
segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang” salah satu
yang menjadi andalan seorang salik adalah zikir.
3.
Hierarki al-Maqamat
Dalam
karya-karya tasawuf karangan sufi dari mazhab Sunni, akan dapat dilihat dari
ragam rumusan mengenai al-maqamat sebagai tingkatan yang harus diraih seorang
salik secara mandiri dengan melakukan berbagai al-ibadah, al-mujahadah, dan
al-riyadat, mulai dari maqam pertama sampai pada maqam paling puncak. Abi Nashr
Abd Allah ibn Ali al-Sarraj al-Thusi menyusun dari maqam pertama sampai maqam
paling puncak, yang dimulai dari : Tobat (al-taubah), Warak (wara’), Zuhud
(al-zuhd), kefakiran (al-faqr), Sabar (al-shabr), cinta (al-mahabbah), rida
(al-ridha)
4.
Al-Maqam Lainnya
Sebagian para
sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat
mencapai maqam seperti makrifat (al-ma’rifah) dan menegaskan bahwa al-ridha
bukan maqam tertinggi. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa maksud para sufi dari
istilah makrifat adalah “sifat dari orang-orang yang mengenal Allah Swt. dengan
nama dan sifat-Nya, dan membenarkan Allah Swt. dengan melaksanakan ajaran-Nya
dalam segala perbuatan.
Sebagian sufi
lain menghadirkan ajaran lain mengenai al-maqam tertinggi. Al-Hallaj
mengenalkan paham al-hulul, Abu Yazid al-Bistami memiliki ajaran tentang
al-ittihad, dan Ibn Arabi mengajarkan paham wahdah al-wujud yang dielaborasi
lebih lanjut oleh Mulla Shadra. Ketiga teori ini memang mendapatkan penolakan
dari banyak fukaha dan teolog Sunni, tetapi diterima oleh mayoritas fukana
Syiah.
5.
Mengenal Al-Ahwal
Sebagai
konsekuensi dari peroleham muqamat yang bersifat konstan, seorang sufi akan
mengalami ahwal, yaitu kondisi
spiritual yang menyelimuti qalb, bersifat spontan, dan tidak langgeng. Ahwal
merupakan ekspresi ketulusan seorang sufi dalam mengingat Allah. Oleh karena
itu, ahwal tidak dapat diraih melalui jalan ibadah, riyadlah, ataupun
mujahadah. Kehadiran Ahwal semata-mata karena karunia Allah swt. Diantara Ahwal
itu adalah : al-muraqabah, (visi), al-qurb (kedekatan), al-mahabbah
(kecintaan), al-khawf (segan), ar-raja (optimistis), asy-syawq (kerinduan),
al-uns (harmoni), al-musyahadah
(persaksian), dan Al-yaqin (keteguhan). Ahwal yang menyelimuti para salik
(pelaku jalan tasawuf) pada dasarnya merupakan proses revolusi kalbu yang
mengandung dua substansi :
Pertama,
takhalli, yaitu upaya membersihkan jiwa kita dari sifat-sifat basyariyah
(kelezatan, kemanfaatan, nafsu, dan hasrat, serta kekuatan dan kelemahan. Upaya
ini menyentuh aspek lahiriyah dan jasmani kemanusiaan (al-basyar). Pada tahap
ini terkadang seorang salik mengalami
kondisi Raja (optimistis) atau sebaliknya, khawf (segan). Dalam proses takhalli
ini, seorang memasuki maqam taubat, wara, dan juhud.
Kedua, tahalli yaitu, upaya menghiasi diri dengan sifat-sifat
insaniyah. Ini menyentuh aspek spiritual dan ruhani kemanusiaan seseorang
(al-insan). Pada fase ini, seorang salik dapat mengalami kondisi gha’ibah
(fana) atau sebaliknya, hudlur (kehadiran), dalam proses tahali ini seorang
sufi akan mencapai maqam faqr, shabr (sabar), tawakal, dan ridla atau syukur.
Kesimpulan
Dalam
Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat adalah tingkatan spriritual yang akan diraih
salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap
tertentu, serta riyadah. Dengan demikian, al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan
spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan
tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di peroleh salik secara mandiri
melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus.
Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik yang bukan merupakan hasil usahanya
secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya
mereka. Beberapa contoh dari al-ahwal adalah al-muraqabah, al-khauf (takut),
al-raja’ , dan al-syawq (rindu).
Relevansi
Sebagai
seorang programmer harus bisa mengamalkan adab dan perilaku serta riyadah dari
tingkatan mendasar sampai tingkatan paling tinggi.
Seorang
programmer harus menjadikan zikir sebagai andalan sebagaimana yang dilakukan
seorang salik. Selalu menjadikan dirinya sebagai orang yang bertaqwa dan
bertawakal.
Tags :
Akhlak Tasawuf
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments